tag:blogger.com,1999:blog-79380030937381162532023-11-16T03:28:17.851-08:00Kisah Perang NusantaraAbrari Fauzihttp://www.blogger.com/profile/15024467181441589108noreply@blogger.comBlogger4125tag:blogger.com,1999:blog-7938003093738116253.post-52973611355046254562012-02-24T01:34:00.001-08:002012-02-24T01:36:18.579-08:00BENTENG MADANG<div class="post-header">
</div>
<br />
<br />
<div align="center">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXMWL7sWjnV67cEu003CvC4PgsJy3gIL2t35Y7CCKrKSbpxcD7DxxoZ7rITHn8WG6rOTgMlMm4ljy8YrABQFgHYul41pvxFeQE7B2OeqyHXPMhk1TI2Nji5-pX-9NxHPmHBEV0FVFQi-c/s1600/DSC00695.JPG"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5650639631672550498" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXMWL7sWjnV67cEu003CvC4PgsJy3gIL2t35Y7CCKrKSbpxcD7DxxoZ7rITHn8WG6rOTgMlMm4ljy8YrABQFgHYul41pvxFeQE7B2OeqyHXPMhk1TI2Nji5-pX-9NxHPmHBEV0FVFQi-c/s320/DSC00695.JPG" style="cursor: hand; display: block; height: 240px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a> Benteng Gunung Madang </div>
<br />
<br />
<div align="center">
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjASS5UeKi60fuxgfSoLtvGQHCKS-WlTRmKVbfLsKsWX-ZkyFCFGnh5TdYZSWJdvyH9g6t349LMnHU8sjNP8Q-653kBQiLqmORS1ua5SB4wu8m_A1HZQuKelroUs8z7wkRBjK43me33IgA/s1600/DSC00403.JPG"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5641314015931379554" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjASS5UeKi60fuxgfSoLtvGQHCKS-WlTRmKVbfLsKsWX-ZkyFCFGnh5TdYZSWJdvyH9g6t349LMnHU8sjNP8Q-653kBQiLqmORS1ua5SB4wu8m_A1HZQuKelroUs8z7wkRBjK43me33IgA/s320/DSC00403.JPG" style="cursor: hand; display: block; height: 320px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 240px;" /></a> Demang Lehman</div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<div align="justify">
Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi<br />
<br />
Benteng
Madang terletak di Desa Madang Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu
Sungai Selatan (Kalimantan Selatan). Jarak antara Desa Madang dengan
Banjarmasin sekitar 140 km.<br />
<br />
Benteng Madang dibangun seiring
dengan pecahnya Perang Banjar melawan penjajah Belanda di Bumi Lambung
Mangkurat. Benteng ini terdapat di atas Gunung Madang salah satu dari
bagian Pegunungan Meratus. Tempat tersebut sangat strategis untuk
pertahanan, karena bila kita berada di tempat tersebut, maka daerah
sekeliling dapat terlihat dengan mudah. Benteng tersebut dikelilingi
oleh hutan semak belukar di sana–sini ditumbuhi bambu. Gunung Madang
identik dengan Benteng Madang dengan luas sekitar 400 m2.<br />
<br />
Di kaki
Gunung Madang terdapat aliran-aliran sungai yang di tepinya banyak
ditumbuhi ilalang dan pohon bambu. Pada aliran-aliran sungai yang
mendekati tempat penyeberangan diadakan titian atau jembatan-jembatan
yang apabila diinjak titian ini bergerak, dan kalau jatuh besar
kemungkinan tertusuk benda tajam yang sengaja dipasang oleh
pejuang-pejuang Antaludin. Akibatnya tidak hanya luka-luka bahkan tidak
jarang mengakibatkan kematian. Masyarakat menyebutnya sebagai “jembatan
serongga”.<br />
<br />
Jembatan-jembatan tersebut sengaja dibuat oleh
pejuang-pejuang Antaludin agar apabila musuh ingin memasuki daerah
Gunung Madang akan terhalang atau mudah diketahui. Untuk memperkokoh
pertahanan Benteng Madang diberi perlindungan dari pepohonan agar gelap
di sang hari.<br />
<br />
Pada bagian lain dibuat jalan rahasia untuk keluar
pabila kemungkinan seangan musuh bisa tembus. Konon pernah serdadu
Belanda mengadakan penjajakan untuk melihat dari dekat keadaan Benteng
Madang, tetapi mereka tidak melihat apa-apa kecuali hutan semak belukar.
Keadaan yang ganjil ini membuat serdadu Belanda penasaran. Sehingga
suatu waktu tempat tersebut ditembaki oleh serdadu Benda dari jarak
jauh. Ketika para serdadu Belanda tersebut kelelahan dan kehausan,
mereka meminta air kelapa muda kepada masyarakat, tetapi yang terjadi
setelah mereka meminum semua sakit perut dan ada yang meninggal.<br />
<br />
Taktik
gerilya yang dilakukan oleh pejuang-pejuang Antaludin membuat
pemerintah kolonial Belanda kebingungan dan putus asa. Banyak serdadu
Belanda yang terbunuh. Para pejuang Antaludin tidak pernah menyerah dan
Benteng Madang tidak pernah direbut Belanda. Baru ketika benteng
tersebut ditinggalkan oleh pejuang-pejuang Antaludin untuk bergerilya ke
berbagai lokasi pertempuran, tentara Belanda menemukan tempat kosong
setelah dengan susah payah berusaha mengepung untuk merebutnya.<br />
<br />
Sejarah
telah mencatat Perang Banjar dimulai sejak penyerangan terhadap tambang
batu bara Belanda Oranye Nassau di Desa Pengaron yang dipimpin oleh
Pangeran Antasari dengan mengerahkan pasukan Muning pimpinan Sultan
Kuning. Peristiwa ini terjadi pda tanggal 28 April 1859. Pangeran
Hidayat memerintahkan kepada Sultan Kuning dan Pangeran Antasari
mempercepat penyerangan terhadap tambang batu bara Oranye Nassau milik
Belnda tersebut.<br />
<br />
Serangan ini diikuti oleh gerakan-gerakan massa
lainnya yang tersebar di seluruh Kerajaan Banjar. Kemudian serentak
rakyat Banjar bangkit mendukung perjuangan Pangeran Antasasri untuk
mengusir Belanda dari tanah Banjar. Selanjutnya Perang Banjar
berlangsung sampai dengan tahun 1904, suatu peperangan yang sangat
melelahkan karena tergolong perang kolonial yang paling lama di
Indonesia.<br />
<br />
Pangeran Antasari dan Demang Lehman meminta kepada
Tumenggung Antaludin untuk membuat benteng pertahanan di Gunung Madang.
Benteng Madang dibangun di sebuah puncak gunung di Desa Madang. Bangunan
benteng dari bahan kayu madang yang ada di sekitarnya serta pagar hidup
dari pohon bambu dengan luas kurang lebih 400m2 bertingkat dua, agar
mudah mengintai musuh dari bagian teratas.</div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<div align="justify">
Benteng
ini diberi perlindungan agar gelap pada siang hari dan dibuat jalan
rahasia untuk keluar. Hal ini untuk memperkuat pertahanan dan tentara
Belanda sulit merebut tempat ini. Tercatat ada lima kali serangan
Belanda terhadap benteng ini.<br />
<br />
Tanggal 3 September 1860 terjadi
serangan mendadak oleh pasukan infantri Belanda sementara benteng belum
selesai dibangun. Serdadu Belanda bergerak dari Benteng Amawang Belanda
menyelusuri Desa Karang Jawa dan Desa Ambarai langsung menuju Gunung
Madang. Serdadu Belanda terkejut, ketika baru mendekati bukit itu
terjadi serangan mendadak menyebabkan beberapa serdadu Belanda tewas.
Sekali lagi serdadu Belanda mendekati bukit tetapi sebelum sampai
serangan gencar menyambutnya. Sehingga serdadu Belanda mundur kembali ke
benteng Amawang di Kandangan.<br />
<br />
Tanggal 4 September 1860 pasukan
infantri Belanda dari batalyon ke 13 melakukan serangan kedua kalinya.
Pasukan Belanda dilengkapi dengan mortir dan berpuluh-puluh orang
perantaian (nara pidana) untuk membawa perlengkapan perang yang
dijadikan umpan dalam pertempuran. Serdadu Belnda melemparkan 3 geranat
tetepi tidak berbunyi dan disambut dengan tembakan dari dalam benteng.
Ketka Letnan De Bouw dan Sersan De Varies menaki Gunung Madang hanya
diikuti serdadu bangsa Belanda, sedangkan serdadu bangsa bumiputera
membangkang tidak ikut bertempur. Dalam pertempuran Letnan De Brouw kena
tembak di paha, sehingga serdadau Belanda mundur dan kembali ke Benteng
Amawang.<br />
<br />
Tanggal 13 September 1860 serangan ketiga Belanda
terhadap Benteng Madang dipimpin oleh Kapten Koch dengan bantuan serdadu
Belanda dari Banjarmasin dan Amuntai. Pertempuran ini terjadi dalam
jarak dekat, tetapi Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin dengan gagah
berani menghadapinya. Disaat bunyi senapan dan meriam bergema, tiba-tiba
roda meriamnya hancur kena tembakan. Pasukan Belanda dan Kapten Koch
kembali mundur ke Benteng Amawang. Kegagalan serangan ketiga ini membuat
belanda sangat malu karena tersebar sampai ke Banjarmasin.<br />
<br />
Tanggal
18 September 1860 serangan Belanda yang keempat dipimpin oleh Mayor
Schuak dengan pasukan infantri batalyon ke 13 yang terdiri dari beberapa
opsir bangsa Belanda, dibantu oleh Kapten Koch dengan membawa sebuah
heuwitser, sebuah meriam berat dan morter. Menjelang pukul11.00 siang
hari Demang Lehman memulai menyambut serdadu Belanda dengan tembakan.
Letnan Verspyck yang berani mendekati benteng dengan pasukannya kena
tembak oleh anak buah Tumenggung Anataludin, akhirnya mengundurkan diri
membawa korban. Selanjutnya Kapten Koch memerintahkan memajukan meriam.
Dengan jitu peluru mengenai serdadu pembawa meriam itu dan jatuh
terguling. Setelah pasukan meriam gagal, dilanjutkan dengan pasukan
infantri mendapat giliran maju. Kapten Koch yang memimpin pasukan
infantri maju kena tembak di dadanya dan jatuh tersungkur. Dengan
jatuhnya Kapten Koch tersebut serdadu Belanda menjadi bingung dan
kehilangan komando. Dengan bergegas pasukan Belanda menggotong tubuh
Kapten Koch dan meninggalkan medan pertempuran, mengundurkan diri
kembali ke Benteng Amawang.<br />
<br />
Setelah serangan keempat ini gagal
Belanda mempersipkan kembali untuk penyerangan yang kelima. Demang
Lehman dan Tumenggung Antaludin juga mempersipkan siasat dan strategi
untuk menghadap serangan besar-besaran Belanda dengan keluar dan tidak
berpusat bertahan dalam benteng saja. Demang Lehman mendapat bantuan
dari pasukan Kiai Cakra Wati pahlawan wanita yang selalu menunggang kuda
yang berasal dari Gunung Pamaton.<br />
<br />
Tanggal 22 September 1860
Belanda dengan persiapan teliti, belajar dari kegagalan dan beberapa
kali dipermalukan dari empat kali serangan, Belanda mempersiapkan
bidak-bidak dan perlindungan pasukan penembak meriam dengan sistem
pengepungan Benteng Gunung Madang. Pertempuran baru terjadi esok harinya
dengan tembakan meriam dan lemparan geranat. Menjelang pukul 11.00
malam hari, tiba-tiba Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin mengadakan
serangan besar-besaran dengan berbagai jenis senapan yang dimiliki.
Pertempuran berkobar hingga menjelang subuh. Karena pertempuran
berlangsung di malam hari yang gelap gulita pasukan Belanda kehilangan
komando. Situasi yang tegang ini digunakan oleh Demang Lehman dan
Tumenggung Antaludin beserta pasukannya untuk keluar benteng dan
menyebar keluar meninggalkan benteng dan selanjutnya berpencar. Suatu
strategi yang dilakukan oleh Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin utuk
menghindari kehancuran pasukannya. Sementara Kiai Cakrawati dan
pasukannya juga berhasil meneruskan perjalanan menuju Gunung Pamaton. </div>
<br />
<br />
<br />
Sementara
itu dengan hati-hati pasukan Belanda memasuki benteng untuk
menghancurkan kekuatan Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin, tetapi
alangkah kecewanya Belanda ternyata benteng sudah kosong dan hanya
ditemukan satu orang mayat yang ditinggalkan.<br />
<br />
Demikian lah
sejarah singkat Benteng Madang, sebuah tempat pertahanan para pejuang
Perang Banjar di daerah Hulu Sungai Selatan (Kandangan) dalam menghadapi
pasukan Belanda. Pada dasarnya benteng tersebut tidak berhasil direbut
Belanda karena Benteng Madang ditinggalkan oleh pejuang Banjar kemudian
melanjutkan perlawanan berikutnya ditempat lain yang lebih strategis.
Pasukan Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin sampai akhir hayatnya
tidak pernah menyerah kepda Belanda<br />
<br />
Dengan susah payah, biaya
yang besar dan dengan perang yang melelahkan serta banyaknya korban,
Belanda sangat malu dan dikecewakan karena benteng yang akan direbut
tidak lebih hanyalah tempat kosong belaka.<br />
<br />
Sekarang lokasi situs
Benteng Madang tetap terpelihara, sebagai situs sejarah dengan juru
peliharanya. Bila sejarah adalah pertangungjawaban masa silam, maka
situs Benteng Madang dengan segala kejadiannya merupakan saksi sejarah
bahwa di sini di bumi Banjar telah terjadi suatu peristiwa kepahlawanan
untuk melawan kolonial Belanda.<br />
<br />
Pejuang Banjar di sini secara
konsekwen dan konsesten memegang prinsip “HARAM MANYARAH WAJA SAMPAI
KAPUTING”. Suatu slogan dalam kehidupan orang Banjar dari dulu hingga
sekarang dan yang akan datang.Abrari Fauzihttp://www.blogger.com/profile/15024467181441589108noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-7938003093738116253.post-80435138239144766742012-01-24T22:17:00.001-08:002012-01-24T22:17:59.243-08:00Perang Bali<div class="post hentry">
<a href="" name="3463147459211856721"></a>
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://sejarah-suwandy.blogspot.com/2010/02/perang-bali-tahun-1846-1849.html">Perang Bali tahun 1846-1849</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica
(perdamaian di bawah Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha
membulatkan seluruh jajahannya atas Indonesia termasuk Bali. Upaya
Belanda itu dilakukan antara lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan
kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah satu isinya bebunyi:
Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada di bawah
pengaruh Belanda. Perjanjian ini merupakan bukti keinginan Belanda untuk
menguasai Bali.<br /><br />Apakah faktor yang menyebabkan timbulnya perang
Bali antara tahun 1846- 1849? Masalah utama adalah adanya hak tawan
karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada kepala
desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di perairan wilayah
kerajaan tersebut. Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu
Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem besarta Patih I Gusti Ketut
Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan
membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun
perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan semestinya.<br /><br />Pada tahun
1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah
(Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar
kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun
1843 itu namun ditolak. Kejadian tersebut dijadikan alasan oleh Belanda
untuk menyerang Buleleng.<br /><br />Bagaimana jalannya perang Bali? Pantai
Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai.
Satu persatu daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja
Buleleng berpura-pura menyerah kemudian perlawanan dilanjutkan oleh
Patih I Gusti Ketut Jelantik.<br />Perang Buleleng disebut juga
pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa
Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang Puputan mengapa?<br />Karena
perang dijiwai oleh semangat puputan yaitu perang habis-habisan. Bagi
masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:<br />- Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan kehormatan.<br />- Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal istilah menyerah kepada musuh.<br />- Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.<br /><br />Benteng
Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi
dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar
Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga
mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15000 orang.
Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero
Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum wanita untuk menyediakan
makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.<br /><br />Pada
tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia
dengan 2265 serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh
Mayor Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng
Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.<br /><br />Setelah gagal,
bagaimana upaya Belanda untuk menundukkan Bali? Pada tanggal 1849
Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000 orang
lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni
dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan Van Swieten. Benteng
Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun laskar
Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849
termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan
jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara.
Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui
puputan Badung, Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun
1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.</div>
</div>Abrari Fauzihttp://www.blogger.com/profile/15024467181441589108noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7938003093738116253.post-36288657163079582952012-01-24T22:16:00.001-08:002012-01-24T22:16:45.583-08:00Perang Aceh<br />
<h2 class="entry-title">
PERANG ACEH</h2>
<a href="http://sukatulis.files.wordpress.com/2011/05/perang-aceh1-300x201.jpg"><img alt="" class="center size-full wp-image-398" src="http://sukatulis.files.wordpress.com/2011/05/perang-aceh1-300x201.jpg?w=406" title="Perang Aceh SukaTulis" /></a><br />
Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada
1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan
rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.<br />
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan
mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang
Citadel van Antwerpen. Pada 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai
Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung
bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198
tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.<span id="more-397"></span><br />
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk
pasukan maréchaussée yang dipimpin oleh Christoffel dengan pasukan
Colone Macan yang telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan,
hutan-hutan rimba raya Aceh untuk mencari dan mengejar
gerilyawan-gerilyawan Aceh.<br />
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara penculikan
anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel menculik
permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van der Maaten menawan
putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal 5
Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van der Maaten dengan diam-diam
menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi
sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara
perempuannya dan beberapa keluarga terdekatnya.<br />
Akibatnya Panglima Polim meletakkan senjata dan menyerah ke Lhokseumawe
pada Desember 1903. Setelah Panglima Polim menyerah, banyak
penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak Panglima Polim.<br />
Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yang
dilakukan dibawah pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen yang
menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) di
mana 2.922 orang dibunuhnya, yang terdiri dari 1.773 laki-laki dan
1.149 perempuan.<br />
Taktik terakhir menangkap Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yang masih
melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat
ditangkap dan diasingkan ke Cianjur.<br />
Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek (Korte
Verklaring, Traktat Pendek) tentang penyerahan yang harus ditandatangani
oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan menyerah. Dimana isi
dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan, Raja (Sultan) mengakui
daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tidak
akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri, berjanji akan
mematuhi seluruh perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. Perjanjian
pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yang rumit dan
panjang dengan para pemimpin setempat.<br />
Mirza Saputra (Lomba Menulis Sejarah Aceh)Abrari Fauzihttp://www.blogger.com/profile/15024467181441589108noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7938003093738116253.post-77005585328314392582012-01-21T16:45:00.001-08:002012-01-21T20:14:36.925-08:00Perang Banjar (1895-1905)Perang Banjar adalah merupakan satu cetusan di dalam rangkaian
perjuangan bangsa Indonesia menolak penjajahan dari bumi Indonesia.
Perang ini merupakan salah satu mata rantai sejarah perang kemerdekaan
utamanya pada abad ke-19, seperti peristiwa – peristiwa yang hampir
bersamaan kasusnya di daerah – daerah lain di Indonesia, misalnya di
Minangkabau dengan perang Padrinya, di Jawa dengan perang
Diponegoro-nya, perang Bali, perang Aceh dan sebagainya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaxqlm70Xjn0CyUB39oZBJztvvr67bFbkpZwIzlTCn873vRked7PUe-yTIYf2DV0JnxxC7cwQKhuelDgJvtKMvH_G8SNcV3NXS_-8nEPF-fhAC6qX_NVjhq9m1Nj2N18sAE1J5SI4cwdk/s1600/Perang+Banjar.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaxqlm70Xjn0CyUB39oZBJztvvr67bFbkpZwIzlTCn873vRked7PUe-yTIYf2DV0JnxxC7cwQKhuelDgJvtKMvH_G8SNcV3NXS_-8nEPF-fhAC6qX_NVjhq9m1Nj2N18sAE1J5SI4cwdk/s320/Perang+Banjar.jpg" /></a></div>
<br />
Perlawanan
bangsa Indonesia terhadap penjajah telah terjadi sejak kedatangan
bangsa asing yang ingin menjajah Indonesia dengan berbagai dalih yang
dilakukannya demi untuk mengeruk keuntungan dari tanah jajahannya.<br />
<br />
Pertentangan
pertama antara Belanda dengan kerajaan Banjar, dalam hal ini
Penambahan Marhum di satu pihak dan Belanda di lain pihak telah terjadi
pada tanggal 14 Februari tahun 1606 dengan terbunuhnya nakhoda kapal
Belanda Gillis Michielzoon beserta anak buahnya di Banjarmasin. Dalam
rangka pembalasan dan memamerkan kekuatan beberapa kapal Belanda pada
tahun 1612 secara mendadak telah menyerang dengan melakukan penembakan
dan pembakaran di daerah Kuin. Dengan demikian pusat pemerintahan
kerajaan Banjar terpaksa dipindahkan ke Martapura, ke kraton baru yang
terkenal dengan sebutan Kayu Tangi.<br />
<br />
Pertikaian bersenjata
menghangat lagi pada tahun 1638, dimana di Banjar Anyar telah terbunuh
64 orang bangsa Belanda di dalam satu penyergapan. Untuk pembalasan
terhadap ini Belanda mengirim 2 buah kapal menuju Banjarmasin dan
Kotawaringin. Mereka menahan perahu- perahu rakyat dan mengadakan
penganiayaan kejam sesuai dengan instruksi dari Batavia, membunuh dan
menyiksa tanpa pandang bulu, baik laki-laki maupun wanita atau
anak-anak suku Banjar, tanpa perikemanusiaan. Kekejaman ini tidak mudah
dilupakan oleh rakyat di Kerajaan Banjar, dan sejak tahun 1600 sampai
abad ke-18, walaupun telah ada perjanjian, selalu terjadi
pertempuran-pertempuran antara orang-orang Banjar melawan Portugis,
Belanda dan Inggris.<br />
<br />
<br />
<br />
<span id="more-57"></span><br />
Ketika
Sultan Muhammad meninggal dunia pada tahun 1761, ia meninggalkan 3
(tiga) orang anak yang belum dewasa, yaitu Pangeran Rahmat, Pangeran
Abdullah dan Pangeran Amir. Karena ketiga orang anak Sultan Muhammad
itu belum dewasa, maka tahta kerajaan kembali ke tangan Mangkubumi,
yaitu Sultan Tamjidillah, atau Pangeran Sepuh, dan pelaksanaan
pemerintahan dikuasakan kepada anaknya Pangeran Nata. Dengan jalan
menyuruh membunuh kedua kemenakannya, yaitu Pangeran Rahmat dan
Pangeran Abdullah, Pangeran Nata berhasil memindahkan kekuasaan
pemerintahan kepada dinastinya dan menetapkan Pangeran Nata sebagai
Sultan yang pertama sebagai Penambahan Kaharudin.<br />
<br />
Pangeran Nata
Dilaga yang Menjadi raja pertama dinasti Tamjidillah dalam masa
kejayaan kekuasaannya, menyebutkan dirinya Susuhunan Nata Alam pada
tahun 1772.<br />
<br />
Anak Sultan Muhammad (almarhum) yang bernama Pangeran
Amir, atau cucu Sultan Tahmidillah melarikan diri ke Pasir, dan
meminta bantuan pada pamannya yang bernama Arung Tarawe. Pangeran Amir
kemudian kembali dan menyerbu Kerajaan Banjar dengan pasukan Bugis yang
besar, dan berusaha merebut kembali tahtanya dari Susuhunan Nata Alam.
Karena takut kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya kerajaan di
bawah kekuasaan orang Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan kepada
VOC. VOC menerima permintaan tersebut dan mengirimkan Kapten Hoffman
dengan pasukannya dan berhasil mengalahkan pasukan Bugis itu. Sedangkan
Pangeran Amir terpaksa melarikan diri kembali ke Pasir. Beberapa waktu
kemudian Pangeran Amir mencoba pula untuk meminta bantuan kepada para
bangsawan Banjar di daerah Barito yang tidak senang kepada Belanda,
karena di daerah Bakumpai/Barito diserahkan Pangeran Nata kepada VOC.
Dalam pertempuran yang kedua ini Pangeran Amir tertangkap dan dibuang ke
Sailan. Sesudah itu diadakan perjanjian antara kerajaan Banjar dengan
VOC, dimana raja-raja Banjar memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah
VOC.<br />
<br />
Dalam tahun 1826 diadakan perjanjian kembali antara
Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam, berdasarkan perjanjian
dengan VOC yang terdahulu, berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda
dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putera
Mahkota dan Mangkubumi, yang mengakibatkan rusaknya adat Kerajaan dalam
bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya
Perang Banjar.<br />
<br />
Negeri hilang sama sekali, Kekuasaan ke dalam
tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai
agen politik Belanda.<br />
Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah :<br />
a. Kerajaan Banjar tidak boleh mengadakan hubungan dengan lain kecuali hanya dengan Belanda.<br />
b.
Wilayah Kerajaan Banjar menjadi lebih kecil, karena beberapa wilayah
menjadi bagian dibawah pemerintahan langsung Belanda. Wilayah-wilayah
itu seperti tersebut dalam Pasal 4 :<br />
- Pulau Tatas dan Kuwin sampai di seberang kiri Antasan Kecil.<br />
- Pulau Burung mulai Kuala Banjar seberang kanan sampai di Pantuil,<br />
-
Mantuil seberang Pulau Tatas sampai ke Timur Rantau Keliling dengan
sungai-sungainya Kelayan Kecil, Kelayan Besar dan kampung di seberang
Pulau Tatas.<br />
- Sungai Mesa di hulu kampung Cina sampai ke darat Sungai Baru sampai Sungai Lumbah,<br />
- Pulau Bakumpai mulai dari Kuala Banjar seberang kiri mudik sampai di Kuala Anjaman di kiri ke hilir sampai Kuala Lupak,<br />
-
Segala Tanah Dusun semuanya desa-desa kiri kanan mudik ke hulu mulai
Mangkatip sampai terus negeri Siang dan hilir sampai di Kuala
Marabahan,<br />
- Tanah Dayak Besar Kecil dengan semua desa-desanya kiri
kanan mulai dari Kuala Dayak mudik ke hulu sampai terus di daratan yang
takluk padanya,<br />
- Tanah Mandawai,<br />
- Sampit,<br />
- Pambuang semuanya desa-desa dengan segala tanah yang takluk padanya,<br />
- Tanah Kotawaringin, Sintang, Lawai, Jelai dengan desa-desanya.<br />
-
Desa Tabanio dan segala Tanah Laut sampai di Tanjung Selatan dan Timur
sampai batas dengan Pagatan, ke utara sampai ke Kuala Maluku, mudik
sungai Maluku, Selingsing, Liang Anggang, Banyu Irang sampai ke timur
Gunung Pamaton sampai perbatasan dengan Tanah Pagatan,<br />
- Negeri-negeri di pesisir timur Pagatan, Pulau Laut, Batu Licin, Pasir, Kutai, Berau semuanya dengan yang takluk padanya.<br />
c. Penggantian Pangeran Mangkubumi harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda.<br />
d. Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri.<br />
e.
Beberapa daerah padang perburuan Sultan yang sudah menjadi tradisi,
diserahkan pada Belanda. Padang perburuan itu, meliputi :<br />
- Padang pulau Lampi sampai ke Batang Banyu Maluka,<br />
- Padang Bajingah,<br />
- Padang Penggantihan,<br />
- Padang Munggu Basung,<br />
- Padang Taluk Batangang,<br />
- Padang Atirak,<br />
- Padang Pacakan,<br />
- Padang Simupuran,<br />
- Padang Ujung Karangan.<br />
<br />
Semua padang perburuan itu dilarang bagi penduduk sekitarnya berburu manjangan.<br />
f.
Belanda juga memperoleh pajak penjualan intan sepersepuluh dari harga
intan dan sepersepuluhnya untuk Sultan. Kalau ditemukan intan yang
lebih dari 4 karat harus dijual pada Sultan. Harga pembelian intan itu,
sepersepuluhnya diserahkan pada Belanda.<br />
<br />
Gambaran umum abad
ke-19 bagi kerajaan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana
yang pernah dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah
hubungan perdagangan internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam
tetap utuh, tetap berdauat menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan.<br />
<br />
<a href="http://www.mediafire.com/download.php?52yhng2dkaez2ae" target="_blank">Download Versi TXT</a>Abrari Fauzihttp://www.blogger.com/profile/15024467181441589108noreply@blogger.com0